Fury, Film Perang Dahsyat nan Humanis
Film perang selalu concern pada kendaraan
perang dan persenjataan yang masif, pengerahan banyak tentara dan
adegan peperangan nan dahsyat yang membuat stigma film perang selalu
epik dan kolosal. Karena menitikberatkan pada depiction situasi
peperangan, maka jarang ada film perang yang sekaligus mengemas
adegan-adegan peperangan yang didasarkan pada kekuatan cerita, kekuatan
akting para aktor serta tensi cerita dalam satu paket film yang tetap
dahsyat, jaw-dropping sekaligus humanis.
Nah, Fury adalah salah satu film perang
yang layak mendapatkan pengakuan sebagai film perang yang “indah” karena
suasana peperangan disuguhkan secara dramatis, diselingi sisi humanis
para tentara termasuk adanya konflik dan secuil melodrama romansa. Ada
kekejaman perang di sana dengan darah dimana-mana, tercampur dengan teamwork, persahabatan, komitmen, konsekuensi, hingga kisah asmara dan bumbu komedi.
Menurut saya ini adalah film terbaik David Ayer
selama karirnya di dunia film. Apalagi dalam film ini, sutradara
kelahiran Illinois AS ini merangkap menjadi produser, penulis skenario
dan sutradara. Sebelumnya, beberapa film David yg menjadi hit adalah The Fast and The Furious dimana dia didapuk menjadi penulis naskah, serta terakhir End of Watch dan Sabotage.
Cast film ini juga layak disebut the dream team dan sangat marketable.
Peran Brad Pitt ditunggu oleh fans berusia 40an ke atas, Shia LaBeouf
untuk fans usia 20an-30an dan Logan Lerman menarik penggemar dari remaja
hingga usia 20an tahun yang mulai menggemari film-film ber-genre perang.
Fury merujuk pada arti amarah atau kemurkaan, klop dengan situasi dalam setiap peperangan. Namun Fury
sebagai judul film ini sejatinya adalah nama sebuah tank tipe menengah
M4A3E8 Sherman yang diawaki oleh sebuah tim di bawah komando Don
“Wardaddy” Collier (Brad Pitt) dan timnya yang kesemuanya adalah veteran
perang di Afrika yaitu Boyd “Bible” Swan (Shia LaBeouf) petembak yang
suka membaca kitab suci – oleh karenanya dipanggil dengan nama Bible,
lalu Grady “Coon-Ass” Travis (Jon Bernthal) sebagai pemasang amunisi dan
Trini “Gordo” Garcia (Michael Peña) sebagai pengemudi tank. Lalu karena
salah satu anggota timnya tewas, satu tentara yang masih belia, Norman
Ellison (Logan Lerman), belakangan direkrut untuk menggantikan salah
satu anggota tim yang tewas. Norman sebenarnya bukan seorang tentara
namun seorang pengetik yang punya kemampuan mengetik enam puluh kata per
menit. Karena masih belia dan tidak terlatih menjadi tentara serta
keluguan dan kegamangan terlibat dalam kondisi peperangan, ia kerap
menjadi bahan olokan teman-teman satu timnya, terlebih oleh Coon-Ass.
Tank Fury menyusuri kota demi kota di Jerman
selama pendudukan sekutu atas Nazi pada April 1945 ketika Perang Dunia
ke-2. Misi tentara sekutu yang digambarkan dalam film ini adalah memukul
mundur seluruh pasukan Nazi Jerman hingga seluruh area Jerman diambil
alih Sekutu. Waktu itu belum semua kantong-kantong Nazi Jerman dikuasai
oleh Sekutu. Perjalanan tim Fury bersama tank-tank lainnya menjadi
sentral cerita film yang mengambil lokasi shooting di Inggris ini. Dalam
mengemban misi tersebut, persahabatan para awak Fury terjalin menguat
karena masing-masing memiliki kesiapan mental yang sama untuk menghadapi
situasi apapun dalam suasana perang, termasuk menghadapi kematian. Dan
disinilah letak kekuatan cerita Fury. Bahkan Wardaddy menyebut Fury
adalah rumahnya saking sudah meleburnya hatinya dengan Fury dan para
anak buahnya yang menjadi tanggung jawabnya.
Kesampingkan adegan-adegan sadis dalam film ini
yang juga kerap muncul dalam film perang sebagai bumbu penyedap. Juga
kesampingkan sudut pandang politis dimana tentara AS menjadi sosok
protagonis. Kekuatan film ini justru pada perjuangan, komitmen,
dedikasi, tanggung jawab, pilihan hidup, persahabatan, serta sisi
kemanusiaan yang membuat kita betah menonton film ini meski durasinya
lebih dari dua jam. Tensi film ini berjalan baik, ditambah sinematografi
yang apik serta music score yang indah garapan Steven Price yang juga menggarap music score untuk film Gravity
(mendapat Oscar dan piala BAFTA). Salah satu adegan terbaik di film ini
ialah ketika sekelompok tank Sherman milik Sekutu digempur
habis-habisan oleh satu tank Tiger I yang bertipe heavy tank, yang menyisakan Fury.
Buat para penggemar film perang, film ini sangat direkomendasikan dan sepertinya layak disandingkan dengan Saving Private Ryan, The Thin Red Lines atau mungkin Platoon. Bagi Brad Pitt, saya rasa ini adalah peran terbaiknya di genre film perang selain perannya yang ciamik di Inglorious Bastards (versus Nazi) dan World War Z (versus zombie).
Fury, lepas dari keabsahan fakta yang dilayarlebarkan
serta sejumlah kritik tentang kesadisan dan kebrutalannya, layak disebut
salah satu film perang terbaik bahkan menurut saya adalah salah satu
film terbaik tahun 2014 dan bakal menjadi kuda hitam di Oscar 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar